Dalam setiap hubungan antara pria dan wanita, akan ada masa-masa dimana perbedaan menjadi pemicu ketegangan di antara keduanya. Mulai dari perbedaan pendapat, perbedaan perspepsi, sampai dengan perbedaan perasaan.
Kala bersitegang, sebuah pasangan akan menjadi individu-individu yang mementingkan dirinya sendiri dan mengedepankan keegoisan masing-masing. Sang wanita menjadi judes dan ketus dan sang pria menjadi kasar dan keras.
Kala bersitegang, sebuah pasangan akan menjadi individu-individu yang mementingkan dirinya sendiri dan mengedepankan keegoisan masing-masing. Sang wanita menjadi judes dan ketus dan sang pria menjadi kasar dan keras.
Adalah sebuah penyesalan apabila ketegangan yang terjadi malah membawa keduanya pada sebuah akhir. Perbedaan yang seharusnya membawa perubahan positif, dijadikan alasan untuk lebih memilih melangkah di jalannya masing- masing.
Perpisahan memang bisa ditempuh bila semuanya sudah tidak bisa lagi dipertahankan. Tapi rasanya sekarang ini makin banyak pasangan yang lebih cepat mengambil keputusan untuk berpisah dan berkesimpulan bahwa itu adalah pilihan terbaik. Padahal usia hubungan mereka masih relatif sangat muda.
Coba saja kita lihat, berapa banyak pernikahan yang kandas di awal perjalannya? Ironisnya, banyak figur- figur publik yang memanfaatkan perpisahan sebagai komoditas untuk mendapatkan simpati masyarakat. Mereka macam politikus yang berkampanye dengan mengatakan bahwa dirinyalah yang paling layak mendapatkan simpati. Memberikan kesan, perceraian itu hal yang biasa, menurunkan arti penikahan sebatas pacaran saja. Ketika ketegangan terjadi, adalah wajar bila emosi meninggi dan keduanya akan merasa mengapa pasangan mereka tidak mau mengerti dan begitu keras kepala. Sang laki- laki tak habis pikir mengapa kekasihnya bisa hilang kelembutannya dan sang wanita menjadi bimbang akan rasa cinta yang dimiliki pasangannya.
Dari pengalaman saya berantem dengan pasangan, emosi memang suka susah terkontrol, tetapi saya menyadari bahwa saya sebagai laki-laki lebih punya kemampuan untuk mengendalikan emosi saya dan mengarahkan pertengkaran ke arah yang lebih positif. Teknik yang cukup efektif adalah membiarkan pasangan kita mengeluarkan kekesalannya. Bisa panas kuping memang, tapi kita harus tahu bahwa ketika wanita sedang marah, dia cenderung akan menggunakan kata- kata yang dibesar- besarkan (hiperbola). Jangan aneh apabila dia akan bilang “Kamu emang ngga sayang lagi sama aku”, “Kamu ngga pernah mengerti aku”, “Kamu selalu mau menang sendiri”, “Kamu memang orang yang paling ngga punya perasaan” dan sebagainya. Perhatikan kata-kata yang saya tebalkan. Bagi laki-laki kata-kata tidak pernah, selalu, paling, dan kata-kata lainnya yang mengandung unsur kepastian, adalah kata- kata menghakimi dan terdengar menuduh.
Saya sendiri kalau lagi kesal-kesalnya akan merasa begitu tersinggung. Seakan- akan saya ini manusia yang tanpa hati dan apa yang sudah saya kerjakan tidak punya nilai apapun di matanya. Lalu saya menyadari bahwa itu adalah fitrah wanita untuk melebih- lebihkan ucapan ketika sedang marah. Dan ucapan-ucapan “ dahsyat” nya tidak perlu terlalu dipusingkan. Akhirnya saya lebih banyak mendengarkan dan bersabar hati sampai uneg-unegnya keluar semua.
Ketika emosi sudah mendingin barulah kita bisa mencoba berkomunikasi dengan dirinya menggunakan logika. Tapi ingat, jangan memaksakan diri. Kalau kita sendiri masih penuh emosi dan belum bisa berdiskusi dengan baik, lebih baik ditunda dulu. Berikan kesempatan kepada kita untuk mendinginkan telinga dan utamanya mendinginkan hati setelah “dibakar” oleh ucapan-ucapan dahsyat pasangan kita. Apabila proses diskusi bisa dimulai, akan ada kecenderungan kita untuk “menyerang” balik. Hindari ini. Karena dengan tutur kata yang lembut dan fokus pada permasalahan, wanita akan dengan sendirinya menyadari kesalahannya tanpa kita harus membeberkannya. Tidak mudah memang. Saya sendiri masih belajar untuk lebih bisa bersabar dan untuk lebih bisa menyikapi ucapan- ucapan hiperbola seorang wanita ketika sedang emosi dengan kepala yang dingin. Biarpun begitu saya meyakini bahwa ketegangan jangan dihadapi dengan ketegangan. Ketegangan akan melunak dan berakhir lebih baik biladihadapi dengan kasih sayang.
Saran saya kepada wanita, mengertilah bahwa ucapan-ucapan hiperbola akan cenderung diartikan oleh laki-laki secara harfiah. Bila kamu bilang dia tidak pernah mencintai diri kamu, maka dia akan merasa pengorbanan yang diberikannya selama ini tidak berarti dan dia akan merasa tidak dihargai. Walau sesungguhnya maksud dari ucapan kamu adalah “aku ingin kamu perhatiin aku.” Oleh karenanya, berusahalah untuk mengurangi kata- kata hiperbola. Bila laki-laki bisa lebih bisa menghadapi berantem dengan kasih sayang dan bila wanita bisa mengurangi kata- kata hiperbolanya dalam pertengkaran, maka saya yakin ketegangan antarasepasang kekasih tidak perlu lagi diakhiri dengan sebuah perpisahan.
No comments:
Post a Comment