Recent Comment

PaidVerts
Photobucket
PaidVerts

Sunday, 20 June 2010

Misteri Kisah S.H.M.I.L.Y

Kakek dan nenek saya menikah sudah lebih dari setengah abad, namun selama bertahun-tahun, mereka tidak bosan-bosannya memainkan suatu permainan yang unik. Di tempat-tempat yang tak terduga, mereka akan menuliskan kata Shmily dan membiarkan pihak lain menemukan kata tersebut. Mereka bergantian meninggalkan kata Shmily di depan dan di belakang rumah. Setelah ditemukan oleh pihak lain, segera mulai permainan yang baru.

Mereka menggunakan kertas untuk menulis kata Shmily, lalu menaruhnya dalam kaleng permen atau di dalam kotak mie, dan menunggu seseorang untuk menemukan kata tersebut ketika akan memakannya.

Mereka juga sering menuliskan kata Shmily pada jendela kaca yang penuh dengan embun beku. Kata Shmily juga sering kali ditinggalkan di kaca dalam kamar mandi yang mengembun, ketika usai mandi air panas.

Kadang kala, nenek bahkan rela menggulung ulang tisu gulung dengan tujuan untuk meninggalkan kata Shmily pada kertas karton yang terdapat di tengah tisu gulung tersebut.

Tidak ada satu tempat pun yang tidak bisa muncul tulisan Shmily. Dalam waktu yang terburu-buru pun, kata Shmily bisa tertulis di atas jok bangku mobil, atau dituliskan di atas secarik kertas dan ditempelkan di tengah-tengah setir mobil. Kertas sejenis ini masih bisa diselipkan di dalam sepatu atau diletakkan di bawah bantal.

Kata Shmily juga bisa dituliskan pada dinding dapur yang tertutup oleh debu tipis, atau digambar di atas abu dalam anglo. Ungkapan kata ini demikian misterius, seperti halnya dengan perabot rumah tangga milik kakek dan nenek yang telah menjadi bagian dari kamarnya.

Hingga sekian lama, saya baru bisa memahami sepenuhnya makna permainan kakek dan nenek ini. Di saat belia saya tidak mengerti arti cinta, cinta yang begitu murni bersih dan teguh untuk selamanya. Namun, saya sama sekali tidak meragukan kasih diantara kakek dan nenek.

Mereka saling mencintai dengan mendalam. Permain-an yang mereka mainkan juga bukan sekedar hiburan untuk menyatakan cinta, hal itu sudah menjadi semacam cara hidup mereka. Perasaan cinta mereka dilandasi oleh semacam cinta yang teguh dan sangat mendalam serta semangat untuk berkorban, yang sulit dipahami dan dihayati oleh kebanyakan orang.

Pada setiap kesempatan yang memungkinkan, kakek dan nenek akan selalu nampak berjalan berdampingan, bercerita topik-topik yang ringan, dengan sesekali diselingi oleh senda gurau dan tawa riang.

Kadang kala nenek dengan bangga akan berbisik di telinga saya, dan mengatakan bahwa kakek memiliki wajah yang tampan dan sangat mempesona, masih setampan masa mudanya dulu, dan hal yang membuat nenek sangat mengagumi kakek adalah karena kakek selalu baik pada setiap orang, sabar dan selalu berbicara apa adanya.

Dengan bangga nenek akan mengatakan betapa dia benar-benar beruntung dapat menjadi istri kakek. Beliau selalu bersyukur bahwa Tuhan telah memberinya pasangan hidup yang begitu baik serta suatu keluarga yang begitu harmonis dan bahagia.

Kata orang, kebahagiaan tidak dapat begitu saja diraih, demikian juga dengan kemalangan yang tidak bisa begitu saja ditolak. Setelah melewati banyak masa-masa yang indah bersama, kakek akhirnya harus melepas kepergian nenek setelah 10 tahun mengidap kanker hati.

Saat kali pertama diketahui penyakitnya, sama seperti sebelumnya, kakek selalu bahu-membahu dengan nenek melewati setiap langkah dalam perjalanan hidup yang sangat sulit ini. Demi menghibur nenek, kakek mengecat kamar tidur mereka menjadi warna kuning, dengan demikian di saat sakit nenek kritis dan tidak bisa keluar rumah, ia masih bisa merasakan sinar mentari di sekitarnya.

Pada mulanya, dibawah papahan lengan kokoh kakek dan bantuan tongkat, mereka setiap pagi hari berjalan pergi ke Gereja dan memanjatkan doa. Tetapi seiring dengan kondisi nenek yang kian hari kian melemah dan kurus, pada akhirnya kakek hanya seorang diri ke Gereja, memanjatkan doa bagi istri tercintanya.

Tetapi, hari perpisahan itu tetap datang pada akhirnya, nenek menghembus nafas terakhir dalam pelukan kakek.

Kata Shmily dituliskan di pita kuning pengikat bunga pada upacara pemakaman nenek. Ketika para pelayat sudah bubar, paman, bibi dan segenap keluarga dekat lain berkumpul di dekat peti nenek untuk yang terakhir kalinya.

Kakek berjalan ke depan peti nenek, menggunakan suara yang bergemetaran de-ngan perlahan bernyanyi “Tahukah dirimu betapa aku sangat mencintaimu…….”

Menembus air mata kesedihan, suara nyanyian yang rendah dan berat ini mengalun lembut masuk ke dalam telinga……. Akhirnya saya mengerti makna khusus kata Shmily dari permainan mereka, yakni “See How Much I Love You”.

Cinta kasih kakek dan nenek sungguh mengharukan. Karena cinta kakek yang teramat dalam kepada nenek, pada mulanya kakek selalu terlihat murung, merasa bagai kehilangan sesuatu yang sangat berharga, hidup seperti tidak berarti lagi. Tetapi untunglah, pada akhirnya kakek menyadari bahwa jalan hidup setiap orang sudah digariskan, sudah ditakdirkan. Setiap manusia selalu melalui proses Lahir, Tua, Sakit, Mati.
Suatu sore saat saya mengunjungi kakek, kakek sudah terlihat ceria kembali, bahkan menasehati diri saya untuk tidak menyia-nyiakan hidup, karena kehidupan ini adalah pemberian Tuhan.

Kakek menambahkan bahwa hidup harus kita jalani dengan hal-hal berarti, harus kita isi dengan kebajikan, sesuai titah-Nya, maka Tuhan pasti memberikan kepada kita hal-hal yang terbaik.

“Kakek telah berusaha menjadi orang baik selama ini, saat nenekmu berpulang, kakek sempat sedih mengira Tuhan tidak mau mengabulkan doa kakek, tetapi kakek sadar bahwa inilah jalan terbaik yang telah diatur oleh Tuhan untuk nenek. Hal ini juga telah membuat kakek makin dekat kepada Tuhan, karena nyata-nyata manusia sesungguhnya sama sekali tidak berdaya untuk melawan kehendak Tuhan, dan sebagai makhluk yang tidak berdaya sudah sepatutnya manusia tidak mengabaikan apa yang telaJJh Tuhan sabdakan dan titahkan kepada manusia.” (The Epoch Times/lin)

No comments:

Post a Comment

Facebook Comments

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...